TIMES SUKABUMI, BANDUNG – Asesor adalah pilar utama dalam sistem sertifikasi kompetensi yang berstandar. Di era disrupsi dan digitalisasi seperti saat ini, kebutuhan asesor bukan hanya tinggi, tetapi juga mendesak - terutama untuk sektor-sektor strategis yang sedang berkembang.
Penguatan peran asesor berarti penguatan kualitas sumber daya manusia nasional. Oleh sebab itu, investasi dalam penciptaan dan pembinaan asesor menjadi bagian penting dari transformasi SDM Indonesia menuju negara maju.
Dalam konteks Sistem Nasional Sertifikasi Kompetensi Kerja (SNSPK) di Indonesia, istilah 'asesor' merujuk pada Asesor Kompetensi yang telah mengikuti pelatihan dan sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Tri Darawanti Roesfian, Master Asesor BNSP menyatakan bahwa asesor berwenang menilai apakah seseorang memenuhi standar kompetensi kerja nasional, internasional, atau khusus yang berlaku di industri.
“Kualifikasi seorang asesor yang benar-benar expert di bidangnya itu seringkali menjadi kendala. Mestinya pada saat mereka, para calon asesor ini ikut pelatihan itu banyak kendala untuk mereka mengikuti pelatihan secara penuh,” ujarnya, Senin (19/05/2025).
“Kemudian nanti pada saat dia menjadi asesor, dia akan mengalami kesulitan juga karena dia tidak menguasai betul-betul bidang tersebut. Itu kendala yang saya temui selama menjadi master asesor,” imbuhnya.
Kendala Calon Asesor
Tri memberikan solusi dari kendala yang ia temui di banyak orang-orang yang mengambil sertifikasi asesor ini.
Salah satunya adalah, mereka harus menyadari terlebih dahulu bahwa dirinya belum siap secara menyeluruh menjadi seorang asesor tersebut.
Apalagi jelas Tri, kebanyakan orang Indonesia itu minim literasi, kurang menyukai minat baca dan kosa kata bahasa yang dikuasai pun sangat minim sehingga hal seperti literasi, numerasi menjadi hambatan besar bagi penguasaan kemampuan asesor.
Tri menerangkan bahwasanya menjadi asesor itu harus rajin membaca, terbiasa berbicara di depan public, literasinya harus kuat begitu juga dengan kemampuan berhitungnya.
Ketika ditanyakan usia ideal bagi seseorang menjadi asesor, Master Asesor BNSP ini pun mengutarakan bahwa faktor usia bukanlah faktor penentu seseorang bisa menjadi asesor yang baik, tetapi faktor kompetensi yang utama.
Dirinya pun mengutarakan bahwa kebutuhan sumber daya manusia di Indonesia akan asesor ini besar sekali. Apalagi program pemerintah menuju Indonesia Emas, ini berarti kompetensi sumber daya manusia di Indonesia itu perlu banyak ditingkatkan.
Pelatihan APJI DPD Jabar
Salah satu calon asesor dari Sukabumi, Dr. Ira Nadya Octavira M.Pd berfoto di depan spanduk (Foto : Djarot/TIMES Indonesia)
Apa yang menjadi asesor ideal berhubungan dengan sumber daya berkompetensi sepertinya bisa dipenuhi oleh salah satu peserta calon asesor yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI) DPD Jabar.
Dr Ira Nadya Octavira, MPd, pemilik bisnis usaha kuliner di Sukabumi mengutarakan bahwa motivasinya mengikuti sertifikasi asesor BNSP ini adalah penambahan ilmu, wawasan, portofolio, apalagi secara akademik dirinya telah selesai di level-9, S-3 dan menyabet gelar doktor.
Dan yang sekarang menjadi fokus penambahan keilmuannya sekarang adalah di aspek kompetensi dimana pencapaian salah satunya adalah kompetensi asesor BNSP.
“Kebetulan penyelenggaraan asesor BNSP ini oleh APJI dan LSP dari JBN (Jasa Boga Nusantara) dengan BNSP. Dan saya sendiri backgroundnya selain berkecimpung di dunia pendidikan, saya juga adalah pelaku usaha culinary,” ulas Nadya.
Ia mengaku membutuhkan sertifikasi asesor karena beberapa sertifikasi jasa boga lainnya seperti penjamah makanan sudah ia miliki.
"Sehingga sekarang levelnya sekarang naik guna saya bisa melakukan penilaian atau assessment ke depan nantinya,” jelas Nadya yang juga pernah menjadi finalis Masterchef Indonesia S6 ini.
Nadya menerangkan bahwa asesor ini nantinya adalah orang yang akan merekomendasikan asesi apakah dia kompeten atau tidak.
Ia menjelaskan bahwa sebagai asesor, dirinya adalah “perpanjangan tangan” negara. Karenanya, seorang asesor memiliki tanggung jawab untuk bisa memastikan mereka yang diases itu memang nantinya memiliki kemampuan sesuai standar.
“Untuk menjadi seorang asesor ini, bagaimana kita bisa melatih personal judgement kita, dengan memahami dan menjalankan prinsip, to compare, to correct dan to recommend. Ketiga itulah tugas dari seorang asesor," ujar Nadya.
"Kita lihat dulu buktinya apa, mereka punya dasar kompetensi apa terus kita sandingkan dengan standar yang ada, Ketika sudah sama, maka kita rekomendasikan mereka. Nah, proses ketiga tahap itulah yang membutuhkan pemikiran ekstra, tidak hanya secara fisik, mental juga pikiran,” tukasnya. (*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Ronny Wicaksono |