TIMES SUKABUMI, JAKARTA – Pelatih Manchester City, Pep Guardiola, mengungkapkan ketakutannya yang mendalam terhadap perang yang berkepanjangan di Gaza. Dalam pidato emosional saat menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Manchester pada Senin (10/6/2025), Guardiola menyampaikan kepeduliannya atas tragedi kemanusiaan yang terjadi.
“Perang di Gaza sangat menyakitkan. Seluruh tubuh saya ikut terluka melihat apa yang terjadi di sana,” kata Guardiola dalam cuplikan pidatonya yang dibagikan di media sosial.
Guardiola menegaskan bahwa pernyataannya tidak didasari oleh ideologi politik. “Ini bukan soal siapa yang benar atau siapa yang salah. Ini tentang rasa cinta terhadap kehidupan dan kepedulian terhadap sesama,” ujarnya.
Ia mengajak semua orang untuk tidak menganggap penderitaan di Gaza sebagai hal yang jauh dari kehidupan mereka. “Mungkin kita berpikir bahwa anak-anak kecil yang mati karena bom di rumah sakit itu bukan urusan kita. Tapi hati-hati. Bisa jadi, anak-anak kita yang akan jadi korban berikutnya. Saya membayangkan anak-anak saya, Maria, Marius, dan Valentina, setiap kali melihat anak-anak Gaza di layar berita. Itu sangat menakutkan.”
Perang di Gaza telah berlangsung selama 20 bulan sejak Israel meluncurkan operasi militer sebagai respons atas serangan lintas batas yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023. Dalam serangan itu, sekitar 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 54.000 orang telah tewas sejak saat itu.
Guardiola, yang dikenal tak segan menyuarakan pendapat politiknya, sebelumnya juga pernah menunjukkan dukungan terhadap gerakan kemerdekaan Catalonia. Pada 2018, ia dijatuhi denda sebesar £20.000 oleh FA karena mengenakan pita kuning sebagai bentuk protes terhadap penahanan tokoh-tokoh politik Catalonia.
Gelar kehormatan dari Universitas Manchester diberikan kepada Guardiola atas keberhasilannya membawa Manchester City meraih 18 trofi dalam sembilan tahun, serta kontribusi yayasannya, Guardiola Sala Foundation, yang berfokus membantu masyarakat yang kurang beruntung.
Dalam pidatonya, Guardiola juga menyinggung konflik di Sudan dan Ukraina. Ia mengisahkan sebuah cerita kecil sebagai simbol harapan dan aksi: seekor burung kecil yang terbang bolak-balik membawa setetes air untuk memadamkan api hutan, meskipun tahu usahanya tak akan menghentikan kebakaran. Ketika ditanya kenapa terus melakukannya, burung itu menjawab, “Aku hanya melakukan bagianku.”
“Dalam dunia yang sering mengatakan kita terlalu kecil untuk membuat perubahan, kisah itu mengingatkan bahwa kekuatan individu bukan soal seberapa besar, tapi tentang pilihan. Tentang keberanian untuk hadir, bersuara, dan bertindak ketika dunia membutuhkannya,” ujar Guardiola.
Sebelumnya, sejumlah tokoh sepak bola juga pernah menyuarakan keprihatinan atas perang di Gaza. Pada Oktober 2023, Mohamed Salah dari Liverpool menyerukan kepada para pemimpin dunia untuk menghentikan pembantaian terhadap warga sipil. Sementara itu, pemain Belanda Anwar El Ghazi kehilangan kontraknya di Mainz setelah mengunggah pernyataan pro-Palestina di media sosial. Ia kemudian menyumbangkan 500.000 euro dari pesangonnya untuk membantu anak-anak Gaza.
Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) juga sempat dikritik karena tidak menyalakan lengkungan Wembley sebagai bentuk solidaritas atas konflik tersebut saat laga persahabatan Inggris kontra Australia pada Oktober 2023. (*/bbc)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pep Guardiola: Perang di Gaza Menakutkan dan Menyakitkan
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |